Rabu, 22 Juni 2016

Iman Budi Santosa: al-Quran bukan Sastra

Imam Budhi Santoso saat menyampaikan materi dalam Kemah Sastra II
Kendal, puluhan peserta Kemah Sastra II dibuat bingung oleh pernyataan Imam Budhi Santosa, salah satu pemateri “Puisi Belahan Jiwa” tentang sastra dalam al-Qur’an. Para peserta disanggah habis olehnya saat mereka menjawab bahwa bahasa dalam al-Qur’an adalah sastra. “al-Qur’an dikatakan sastra, kerena kita tahu bahwa ia wahyu. Namun apabila seandainya al-Qur’an bukan wahyu, bahasa al-Qur’an bisa saja bukan sastra” tutur Imam menyampaikan pendapatnya (24/4/2016).
Mendengar pendapatnya, beberapa mahasiswa Tafsir Hadist UIN Walisongo yang mengikuti acara tersebut merasa tidak terima. Mereka mencoba menyanggah pendapat Imam yang dihaturkan tadi. “Saya kaget dan merasa tidak terima dengan pendapatnya, bahasa dalam al-Qur’an tak bisa dikatakan tidak sastra semudah itu. Bagaimanapun bahasa al-Qur’an tetap sakral. Jangan melihat bahasa al-Qur’an dari bahasa terjemahannya. Saya juga tidak puas dengan penjelasannya” keluh Dila, peserta dari UIN Walisongo, saat diwawancarai setelah acara.
Menurut Zakaria, mantan lurah sastra Literada IDEA, jika ada orang yang mudah menilai al-Qur’an seperti itu, artinya ia belum sepenuhnya mengerti dan mempelajari al-Qur’an lebih dalam. Al-Qur’an dikatakan sastra karena di dalamnya mengandung banyak makna. Makna dalam al-Qur’an tak bisa dilihat dari terjemahannya saja. Al-Qur’an perlu dilihat juga dari asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya), kaidah bahasa arab, sastra arab, dll.
“Bahasa sastra itu mengandung metafora atau majas yang menjadikan orang tertarik dan berusaha untuk menggali pemahaman baru. Artinya, dari bahasa metafora dan majas itu, awalnya orang tidak menegerti, lalu kemudian terdorong untuk mencaritahu. Al-Qur’an pun begitu” tegas Zakaria menjelaskan arti sastra menurutnya. (Qorina)
Meskipun begitu, Imam mengklarifikasi pernyataannya. Dalam berita Puisi Bukanlah Seperti yang Dikenal Selama Ini

Rabu, 25 Mei 2016

Puisi Bukanlah Seperti yang Dikenal Selama Ini


Kendal, 24/04 - Puluhan mahasiswa peserta Kemah Sastra II dibuat bingung oleh per
tanyaan Iman Budhi Santosa, salah satu pemateri “Puisi Belahan Jiwa” mengenai penyampaian sastra dalam puisi
. kebanyakan mahasiswa tidak menjawab dengan benar pertanyaan dari Iman Budhi tentang cara menyampaikan sastra yang benar dalam berpuisi.

Abdul Rouf, salah satu peserta mengungkapkan dia cukup kebingungan. “Saya bingung dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Iman Budhi, saya hanya menanggapi asal-asalan saja,” ujarnya.

Perhelatan kemah sastra II ini diadakan oleh Apresiasi Sastra (APSAS) bekerja sama dengan beberapa komunitas di Semarang selama tiga hari di lereng gunung Ungaran, Medini, Kendal.

Sementara itu Iman Budhi dalam materinya menjelaskan bahwa puisi bukanlah seperti yang dikenal selama ini, puisi itu lebih dari sekedar ungkapan bahasa semata. “Puisi bukan seperti yang anda kenal selama ini. Puisi bukan sekedar karangan. Puisi juga bukan hanya fiksi, kalau bermain dalam sastra, perhatikanlah bahasamu,” tandas Iman Budhi, salah satu pakar penyair asal Jogja.

Ia juga menambahkan bahwa sastra dalam puisi yang dikenal cenderung menggunakan bahasa yang melambai-lambai bahkan bisa dikatakan lebay. “Saya tidak suka dengan penggunaan bahasa yang berlebihan, sastra itu hasil dari pikiran yang baik, juga mengajak untuk tidak berbohong,” tutur Iman saat diwawancarai seusai acara.


Menanggapi banyaknya peserta yang tidak sependapat dengan dirinya, Iman Budhi merasa terbuka apabila pendapatnya disalahkan atau pun ditolak. “Jika penjelasan saya ada yang salah, anggap itu sebagai kesalahan, jika ada yang tidak menerima coba kita pahami lagi,” pungkasnya. [Qorina Ziba]