Imam Budhi Santoso saat menyampaikan materi dalam
Kemah Sastra II
Kendal,
puluhan peserta Kemah Sastra II dibuat bingung oleh pernyataan Imam Budhi
Santosa, salah satu pemateri “Puisi Belahan Jiwa” tentang sastra dalam al-Qur’an.
Para peserta disanggah habis olehnya saat mereka menjawab bahwa bahasa dalam
al-Qur’an adalah sastra. “al-Qur’an dikatakan sastra, kerena kita tahu bahwa ia
wahyu. Namun apabila seandainya al-Qur’an bukan wahyu, bahasa al-Qur’an bisa
saja bukan sastra” tutur Imam menyampaikan pendapatnya (24/4/2016).
Mendengar
pendapatnya, beberapa mahasiswa Tafsir Hadist UIN Walisongo yang mengikuti
acara tersebut merasa tidak terima. Mereka mencoba menyanggah pendapat Imam
yang dihaturkan tadi. “Saya kaget dan merasa tidak terima dengan pendapatnya,
bahasa dalam al-Qur’an tak bisa dikatakan tidak sastra semudah itu.
Bagaimanapun bahasa al-Qur’an tetap sakral. Jangan melihat bahasa al-Qur’an
dari bahasa terjemahannya. Saya juga tidak puas dengan penjelasannya” keluh
Dila, peserta dari UIN Walisongo, saat diwawancarai setelah acara.
Menurut
Zakaria, mantan lurah sastra Literada IDEA, jika ada orang yang mudah menilai
al-Qur’an seperti itu, artinya ia belum sepenuhnya mengerti dan mempelajari
al-Qur’an lebih dalam. Al-Qur’an dikatakan sastra karena di dalamnya mengandung
banyak makna. Makna dalam al-Qur’an tak bisa dilihat dari terjemahannya saja.
Al-Qur’an perlu dilihat juga dari asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya), kaidah
bahasa arab, sastra arab, dll.
“Bahasa
sastra itu mengandung metafora atau majas yang menjadikan orang tertarik dan
berusaha untuk menggali pemahaman baru. Artinya, dari bahasa metafora dan majas
itu, awalnya orang tidak menegerti, lalu kemudian terdorong untuk mencaritahu.
Al-Qur’an pun begitu” tegas Zakaria menjelaskan arti sastra menurutnya. (Qorina)
Meskipun
begitu, Imam mengklarifikasi pernyataannya. Dalam berita Puisi Bukanlah Seperti yang Dikenal Selama Ini